Senin, 07 Maret 2011

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ALAT EVALUSI

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ALAT EVALUASI

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai. Hasil belajar siswa tidak selalu mudah untuk dinilai. Sebagaimana diketahui, tujuan pembelajaran meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif) relatif sulit untuk diamati, meski pun dapat diukur. Oleh karena itu, dalam proses penilaian hasil belajar langkah yang pertama harus dimulai dari perumusan tujuan pembelajaran yang memungkinkan untuk diamati dan diukur (observable and measurable).
Berangkat dari tujuan pembelajaran yang dirumuskan, maka disusunlah instrumen untuk mengamati dan mengukur hasil pembelajaran. Dengan menggunakan instrumen, diperoleh data yang mencerminkan ketercapaian tujuan pembelajaran pada seorang peserta didik. Data ini selanjutnya harus diolah dan dimaknai sehingga menjadi informasi yang bermakna. Selain itu berdasarkan data tersebut penilai dapat membuat keputusan mengenai posisi atau status seorang peserta didik, misalnya naik atau tidak naik kelas, lulus atau tidak dan sebagainya. Seluruh proses penilaian hasil belajar tentu harus dilakukan dengan cermat, mulai dari penyusunan instrumen, pelaksanaan tes, pengolahan, sampai pada penetapan hasil akhir.
Penilaian (Assesmen) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan. Diharapkan dengan perbaikan sistem penilaian maka amanat undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 pasal 58 ayat (1) bahwa” evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan” dapat diwujudkan. (Mansur, dkk, 2009: 1).
Dalam evalusai pendidikan ada empat komponen yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan artinya kegiatan evaluasi harus melibatkan ketiga kegiatan lainnya yaitu penilaian, pengukuran dan tes. Dalam penilaian terdapat prisnsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh para pemberi nilai dalam hal ini para guru di sekolah dan para dosen diperguruan tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, maka penilaian harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang sebenarnya agar penilain yang dilakukan oleh guru atau dosen sesuai dengan prinsip penilaian yang sebenarnya.  

II. PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Penilaian

Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran yang jelas bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan yang bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses mementukan nilai suatu objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program yang dinilai, ada kriteria, dan ada interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional V Pendidikan pasal 64 ayat (1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.
Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada semester satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah (PR), proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester dua penilaian dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti PR, proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.
B. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar, pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:

1. Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2. Objektif
Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.
3. Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
4. Adil
Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena terkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial onomi, dan gender.
5. Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran disamping tujuan intruksional, dan materi serta metode pengajaran. Tujuan instruksional, materi dan metode pengajaran serta evaluasi merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan. Oleh karean itu perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan (Daryanto, 2001:19)
6. Keseluruhan dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif yang artinya bahwa evalusi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evalusi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Perlu diingat bahwa evalusi hasil belajar tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah atau secara parsial melainkan harus dilaksanakan secar utuh. Dengan  kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup. Dalam hubungan ini, evalusi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berfikir juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap dan aspek keterampilan yang melekat pada diri masing-masing peserta didik. Dengan melakukan evalusi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evalusi, (Anas Sudijono, 2009:31)
Sedangakan prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip kontuinitas dengan maksud bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evalusi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal itu, maka dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh itu. (Anas Sudijono, 2009:32)
7. Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
8. Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
9. Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (Acountability) pihak-pihak yang dimaksud antara lain orang tua, masyarakat lingkungan pada umumnya dan lembaga pendidikan itu sendiri. Pihak-pihak ini perlu mengetahui keadaan kemajuan belajar siswa agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya (Daryanto, 2001: 21)
10. Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Standar penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan kedalam dua standar, yakni standar penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
a. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang menggunakan acuan pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa selalu dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh tiga kategori 10 dari prestasi siswa, yakni prestai siswa di atas rata-rata kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi siswa yang berada di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya. Keuntungan standar ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sekaligus dapat diketahui keberhasilan pembelajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini kurang menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan. Demikian juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung pada rata-rata kelas, makanya standar penilaian ini disebut stándar relatif. Dalam konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak dapat digunakan untuk menarik generalisasi prestasi siswa sebab ratarata kelompok untuk kelas yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain. Standar penilaian acuan norma tepat jika digunakan untuk penilaian formatif.
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang menggunakan acuan pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai siswa. Derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan atau kompetensi yang seharusnya dicapai atau dikuasai siswa bukan dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Dalam penilaian ini ditetapkan kriteria minimal harus dicapai atau dikuasai siswa. Kriteria minimal yang biasa digunakan adalah 80% dari tujuan atau kompetensi yang seharusnya dikuasai siswa. Makin tinggi kriterianya makin baik mutu pendidikan yang dihasilkan. Standar penilaian acuan patokan berbasis pada konsep belajar tuntas atau mastery learning. Artinya setiap siswa harus mencapai ketuntasan belajar yang diindikasikan oleh penguasaan materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Jika siswa belum mencapai kriteria tersebut siswa belum dinyatakan berhasil dan harus menempuh ujian kembali. Karena itu penilaian acuan patokan sering disebut stándar mutlak. Dalam sistem ini guru tidak perlu menghitung nilai rata-rata kelas sebab prestasi siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Melalui sistem penilaian acuan patokan sudah dapat dipastikan prestasi belajar siswa secara bertahap akan lebih baik sebab setiap siswa harus mencapai kriteria minimal yang telah ditentukan. Namun sistem ini menuntut guru bekerja lebih keras sebab setiap guru harus menyediakan remedial bagi siswa yang belum memenuhi stándar yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini tepat digunakan baik untuk penilaian formatif maupun penilaian sumatif.
3. Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan lebih efektif dan efisien. Kata alat biasa disebut instrument. Dengan demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang di evaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan  cara  atau teknik yang dikenal dengan teknik evaluasi. Ada dua  teknik evaluasi yaitu teknik non-tes dan teknik tes.


a. Teknik non-tes
Yang tergolong teknik non-tes adalah
1. skala bertingkat (Rating scale)
2. Kuesioner (Question air)
3. Daftar Cocok (ceklist)
4. Wawancara (Interview)
5. Pengamatan (observation)
b. Teknik Tes
Menurut Drs. Amir Daien Indra kusuma bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diiginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat. Sementara Mukhtar Buchori mengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tes merupakn suatu alat penghimpun informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka tes dibedakan atas tiga macam yaitu :
1. Tes diagnostik.
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

2. Tes formatif.          
 Tes formatif adalah tes untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertetentu
3. Tes sumatif.
Tes sumatif adalah suatu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar dalam pengalaman di sekolah dapat disamakan dengan ulangan umum yang dilaksanakan pada setiap catur wulan atau akhir semester.
Dalam mengajukan soal tes kepada para siswa ada beberapa model pertanyaan yang dijadikan alat evaluasi diantaranya ada tes uraian dan tes objektif
Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan dan bentuk isian pendek atau melengkapi.
 a. Tes Uraian
`           Tes uraian, yang dalam literatur disebut juga essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan. Disinilah kakuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Sungguhpun demikian, sejak tahun 1960-an bentuk tes ini banyak ditinggalkan orang karena munculnya bentuk tes objektif. Bahkan sampai saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada semacam kecenderungan di kalangan para pendidik dan guru untuk menggunakan tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal antara lain ialah (a) adanya gejala menurunnya hasil belajar yang salah satu diantaranya berkenaan dengan penggunaan tes objektif, (b) lemahnya para siswa dalam menyatakan gagasan sebagai akibat penggunaan tes objektif yang berlebihan, (c) kurangnya daya analisis siswa karena terbiasa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala menghadapi kesulitan dalam menjawabnya. Kondisi seperti ini menyebabkan adanya keinginan untuk menggunakan kembali tes uraian. Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif terutama dalam hal meningkatkan kemampuan menalar para siswa. Hal ini disebabkan karena melalui tes uraian dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis-sintesis-evaluasi, baik secara lisan maupun tulisan.

b. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan guru dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkkan tes obyektif bisa mencakup bahan pelajaran yang lebih banyak dan mudahnya memeriksa jawaban siswa. Soal-soal tes objektif dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan pilihan berganda.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka pembahasan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.  Penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik
2. Penilaian harus berdasarakan prinsip; Valid/sahih, Objektif, transparan, keterpaduan, menyeluruh dan berkesinambungan, bermakna, sistematis,  akuntabel, dan sesuan acuan kriteria
3.  Ada dua  teknik evaluasi yaitu teknik non-tes dan teknik tes. Teknik non tes meliputi; skala bertingkat (Rating scale), Kuesioner (Question air), Daftar Cocok (Ceklist), Wawancara (Interview),  Pengamatan (Observation). Sedangkan tehnik tes meliputi:  tes diagnostik,  tes formatif, tes sumatif
3.2 Saran
Diharapakan kepada pendidik (guru dan dosen) agar memperhatikan prinsip-prinsip penilaian agar hasil yang diperoleh peserta didik atau mahasiswa betul-betul sesuai dengan kriteria penilaian yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara
Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Mansyur, Rasyid Harun, Suratno. 2009. Assesmen Pembelajaran di Sekolah, Jogjakarta: Multi Presindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Republik Indonesia Nomor  20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan 
Sudijono Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada


























Tidak ada komentar: