Senin, 07 Maret 2011

ISTIKHARAH CINTA

Semuanya berawal dari kedua mata     
Ketika aku hanya berani mencuri pandang
Wajahmu disana
Dengan pakaian rapat tak kau biarkan auratmu
Terbuka
Karena memang tak selayaknya bisa dipandang
Oleh sembarang mata
Kumulai beranikan diri tuk bertanya
Tuk selanjutnya berbagi cerita
Telah kukatakan kepadamu sejak awal semenjak awal mula
Bahwa aku adalah lelaki ibuku sepanjang masa
Sebagai wujud bakti sebagaimana rasul telah bersabda
“Ibumu”Ibumu”ibumu” begitulah dalam sebuah
 Hadits yang pernah kubaca
“lalu ayahmu!” sebagai kelanjutan ucapan dari
Lidah yang mulia
Sebuah jawaban darimu membuatku begitu lega
Kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang
Berbakti dari pada yang durhaka
Kau berkata lebih baik memiliki suami yang
Dermawan dari pada yang bakhil harta
Dan kaupun berharap bahwa pendampingmu kelak
bisa membuatmu bahagia
kau pernah berkata ingin segera menikah sebagai
suatu rencana
bila kelah Allah mempertemukanmu dengan jodoh
pilihan-Nya
 agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian
 niatmu dalam mewujudkan berbagai cita
 serta menjadikanmu lebih kuat kala cobaan dan
 ujian datang menerpa
 karena akan ada seseorang yang insya Allah akan
 mendampingi senantiasa
 namun yang harus kau tahu adalah bahwa aku
l elaki biasa
 segala kelebihan dan kelemahan pasti kupunya
 senanglah hati ketika mengetahui dirimu rutin
 dalam sebuah tarbiyah
 tidak seperti aku yang hanya pernah masuk
 madrasah
 mulai, ibtidaiyah, tsanawiyah namun tidak lanjut
 ke aliyah
 namun sekarang aku telah lulus kuliah
 saat ini akupun memiliki ma’isyah
 teman-temanku berkata, bahwa sudah waktunya
 bagiku mencari ‘Aisyah
 mungkin dengan simpanan yang ada cukuplah
 untuk sebuah walimah
 tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah
 dan akupun belum sanggup untuk
 menyediakanmu sebuah rumah
 karena itu kuberpikir untuk mengontrak dulu
 sajalah
 suatu ketika ketika kau bertanya tentang poligami
 kujawab bahwa itu adalah ketentuan ilahi
 tentu saja aku menyetujui
 lantas kau bertanya  apakah kau akan
 melakukan suatu saat nanti
 kujawab apa mungkin bila adil sebagai syarat
 utama tak mampu kumiliki
 engkau tersenyum kemulut atau mungkin sampai
 kehati
 sambil mengakui bahwa dirimu belum bisa
 menerima bila hal ituterjadi
 dan dirimu juga tak bisa menyamai saudah binti
 zam’ah istri sang nabi
 yang tulus ikhlas kepada ‘aisyah dalam berbagi
 suatu ketika giliranku aku bertanya tentang
 kemampuan bertilawah
 kau menjawab bisa walau tak mau dibandingkan
 dengan para qoriah
 karena kau merasa masih banyak berbuat salah
 dalam mengucap hukum tajwid dan huruf-huruf
 hijaiyah
 Insya Allah kita akan belajar bersama-sama belajar bila
 kelak kita menikah
 untuk mewujudkan keinginanmu agar bisa
 menerangi setiap ruang rumah
 dengan alunan suara al-qur’an yang merupakan
 ayat-ayat qauliyah
 dari situ mungkin kita bisa membaca ayat-ayat
kauniyah
untuk memastikan keyakinanmu untuk menikah
kaupun mengundangku ketempat temanmu
seorang murabbiyah
dan tak lupa kau undang aku tuk datang kerumah
sebagai awal perkenalan dengan bunda dan ayah
dan sebuah titik temu tercapailah
istikharah mencari jawaban tuk menggapai alhub
fillah wa lillah
dalam doa kubersimpuh pasrah
memohon datangnya jawaban kepada sang
Pemberi Hidayah
bila jawaban itu masih menggantung dilangit,
maka turunkanlah
bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi,
maka keluarkannlah
bila jawaban itu sulit kuraih, maka mudahkanlah
bila jawaban itu masih jauh,maka dekatkanlah

teruntuk calon istriku
terimah kasih atas sebuah ta’aruf yang  indah
bila datang jawaban itu, kumohon agar memanggilku
denga sebuatan” abang”

Sumber : Istikharah Cinta

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ALAT EVALUSI

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ALAT EVALUASI

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai. Hasil belajar siswa tidak selalu mudah untuk dinilai. Sebagaimana diketahui, tujuan pembelajaran meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif) relatif sulit untuk diamati, meski pun dapat diukur. Oleh karena itu, dalam proses penilaian hasil belajar langkah yang pertama harus dimulai dari perumusan tujuan pembelajaran yang memungkinkan untuk diamati dan diukur (observable and measurable).
Berangkat dari tujuan pembelajaran yang dirumuskan, maka disusunlah instrumen untuk mengamati dan mengukur hasil pembelajaran. Dengan menggunakan instrumen, diperoleh data yang mencerminkan ketercapaian tujuan pembelajaran pada seorang peserta didik. Data ini selanjutnya harus diolah dan dimaknai sehingga menjadi informasi yang bermakna. Selain itu berdasarkan data tersebut penilai dapat membuat keputusan mengenai posisi atau status seorang peserta didik, misalnya naik atau tidak naik kelas, lulus atau tidak dan sebagainya. Seluruh proses penilaian hasil belajar tentu harus dilakukan dengan cermat, mulai dari penyusunan instrumen, pelaksanaan tes, pengolahan, sampai pada penetapan hasil akhir.
Penilaian (Assesmen) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan. Diharapkan dengan perbaikan sistem penilaian maka amanat undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 pasal 58 ayat (1) bahwa” evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan” dapat diwujudkan. (Mansur, dkk, 2009: 1).
Dalam evalusai pendidikan ada empat komponen yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan artinya kegiatan evaluasi harus melibatkan ketiga kegiatan lainnya yaitu penilaian, pengukuran dan tes. Dalam penilaian terdapat prisnsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh para pemberi nilai dalam hal ini para guru di sekolah dan para dosen diperguruan tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, maka penilaian harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang sebenarnya agar penilain yang dilakukan oleh guru atau dosen sesuai dengan prinsip penilaian yang sebenarnya.  

II. PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Penilaian

Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran yang jelas bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan yang bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses mementukan nilai suatu objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program yang dinilai, ada kriteria, dan ada interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional V Pendidikan pasal 64 ayat (1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.
Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada semester satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah (PR), proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester dua penilaian dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti PR, proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.
B. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar, pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:

1. Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2. Objektif
Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.
3. Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
4. Adil
Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena terkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial onomi, dan gender.
5. Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran disamping tujuan intruksional, dan materi serta metode pengajaran. Tujuan instruksional, materi dan metode pengajaran serta evaluasi merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan. Oleh karean itu perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan (Daryanto, 2001:19)
6. Keseluruhan dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif yang artinya bahwa evalusi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evalusi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Perlu diingat bahwa evalusi hasil belajar tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah atau secara parsial melainkan harus dilaksanakan secar utuh. Dengan  kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup. Dalam hubungan ini, evalusi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berfikir juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap dan aspek keterampilan yang melekat pada diri masing-masing peserta didik. Dengan melakukan evalusi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evalusi, (Anas Sudijono, 2009:31)
Sedangakan prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip kontuinitas dengan maksud bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evalusi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal itu, maka dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh itu. (Anas Sudijono, 2009:32)
7. Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
8. Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
9. Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (Acountability) pihak-pihak yang dimaksud antara lain orang tua, masyarakat lingkungan pada umumnya dan lembaga pendidikan itu sendiri. Pihak-pihak ini perlu mengetahui keadaan kemajuan belajar siswa agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya (Daryanto, 2001: 21)
10. Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Standar penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan kedalam dua standar, yakni standar penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
a. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang menggunakan acuan pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa selalu dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh tiga kategori 10 dari prestasi siswa, yakni prestai siswa di atas rata-rata kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi siswa yang berada di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya. Keuntungan standar ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sekaligus dapat diketahui keberhasilan pembelajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini kurang menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan. Demikian juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung pada rata-rata kelas, makanya standar penilaian ini disebut stándar relatif. Dalam konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak dapat digunakan untuk menarik generalisasi prestasi siswa sebab ratarata kelompok untuk kelas yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain. Standar penilaian acuan norma tepat jika digunakan untuk penilaian formatif.
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang menggunakan acuan pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai siswa. Derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan atau kompetensi yang seharusnya dicapai atau dikuasai siswa bukan dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Dalam penilaian ini ditetapkan kriteria minimal harus dicapai atau dikuasai siswa. Kriteria minimal yang biasa digunakan adalah 80% dari tujuan atau kompetensi yang seharusnya dikuasai siswa. Makin tinggi kriterianya makin baik mutu pendidikan yang dihasilkan. Standar penilaian acuan patokan berbasis pada konsep belajar tuntas atau mastery learning. Artinya setiap siswa harus mencapai ketuntasan belajar yang diindikasikan oleh penguasaan materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Jika siswa belum mencapai kriteria tersebut siswa belum dinyatakan berhasil dan harus menempuh ujian kembali. Karena itu penilaian acuan patokan sering disebut stándar mutlak. Dalam sistem ini guru tidak perlu menghitung nilai rata-rata kelas sebab prestasi siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Melalui sistem penilaian acuan patokan sudah dapat dipastikan prestasi belajar siswa secara bertahap akan lebih baik sebab setiap siswa harus mencapai kriteria minimal yang telah ditentukan. Namun sistem ini menuntut guru bekerja lebih keras sebab setiap guru harus menyediakan remedial bagi siswa yang belum memenuhi stándar yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini tepat digunakan baik untuk penilaian formatif maupun penilaian sumatif.
3. Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan lebih efektif dan efisien. Kata alat biasa disebut instrument. Dengan demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang di evaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan  cara  atau teknik yang dikenal dengan teknik evaluasi. Ada dua  teknik evaluasi yaitu teknik non-tes dan teknik tes.


a. Teknik non-tes
Yang tergolong teknik non-tes adalah
1. skala bertingkat (Rating scale)
2. Kuesioner (Question air)
3. Daftar Cocok (ceklist)
4. Wawancara (Interview)
5. Pengamatan (observation)
b. Teknik Tes
Menurut Drs. Amir Daien Indra kusuma bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diiginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat. Sementara Mukhtar Buchori mengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tes merupakn suatu alat penghimpun informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka tes dibedakan atas tiga macam yaitu :
1. Tes diagnostik.
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

2. Tes formatif.          
 Tes formatif adalah tes untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertetentu
3. Tes sumatif.
Tes sumatif adalah suatu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar dalam pengalaman di sekolah dapat disamakan dengan ulangan umum yang dilaksanakan pada setiap catur wulan atau akhir semester.
Dalam mengajukan soal tes kepada para siswa ada beberapa model pertanyaan yang dijadikan alat evaluasi diantaranya ada tes uraian dan tes objektif
Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan dan bentuk isian pendek atau melengkapi.
 a. Tes Uraian
`           Tes uraian, yang dalam literatur disebut juga essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan. Disinilah kakuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Sungguhpun demikian, sejak tahun 1960-an bentuk tes ini banyak ditinggalkan orang karena munculnya bentuk tes objektif. Bahkan sampai saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada semacam kecenderungan di kalangan para pendidik dan guru untuk menggunakan tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal antara lain ialah (a) adanya gejala menurunnya hasil belajar yang salah satu diantaranya berkenaan dengan penggunaan tes objektif, (b) lemahnya para siswa dalam menyatakan gagasan sebagai akibat penggunaan tes objektif yang berlebihan, (c) kurangnya daya analisis siswa karena terbiasa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala menghadapi kesulitan dalam menjawabnya. Kondisi seperti ini menyebabkan adanya keinginan untuk menggunakan kembali tes uraian. Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif terutama dalam hal meningkatkan kemampuan menalar para siswa. Hal ini disebabkan karena melalui tes uraian dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis-sintesis-evaluasi, baik secara lisan maupun tulisan.

b. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan guru dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkkan tes obyektif bisa mencakup bahan pelajaran yang lebih banyak dan mudahnya memeriksa jawaban siswa. Soal-soal tes objektif dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan pilihan berganda.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka pembahasan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.  Penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik
2. Penilaian harus berdasarakan prinsip; Valid/sahih, Objektif, transparan, keterpaduan, menyeluruh dan berkesinambungan, bermakna, sistematis,  akuntabel, dan sesuan acuan kriteria
3.  Ada dua  teknik evaluasi yaitu teknik non-tes dan teknik tes. Teknik non tes meliputi; skala bertingkat (Rating scale), Kuesioner (Question air), Daftar Cocok (Ceklist), Wawancara (Interview),  Pengamatan (Observation). Sedangkan tehnik tes meliputi:  tes diagnostik,  tes formatif, tes sumatif
3.2 Saran
Diharapakan kepada pendidik (guru dan dosen) agar memperhatikan prinsip-prinsip penilaian agar hasil yang diperoleh peserta didik atau mahasiswa betul-betul sesuai dengan kriteria penilaian yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara
Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Mansyur, Rasyid Harun, Suratno. 2009. Assesmen Pembelajaran di Sekolah, Jogjakarta: Multi Presindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Republik Indonesia Nomor  20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan 
Sudijono Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada


























SEWA RAHIM

II. PEMBAHASAN
2.1 Masalah  Sewa Rahim

Menyewakan  rahim  adalah, menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya didalam rahim wanita lain dengan balasan sejumlah uang atau tanpa balasan karena berbagai sebab, diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.
Di Eropa dan Amerika menyewarahim atau dalam istilah bahasa kerennya Renta Womba atau menyewa kandungan, sudah dilakukan sejak lama. Bahkan,bagi yang ingin menyewa rahim, biasanya dikenakan biaya, USD 40.000 untuk jangka waktu sewa rahim selama sembilan bulan. Tapi pada saat era Globalisasi atau Outsourcing Business sekarang ini orang-orang di Eropa Amerika bisa menyewa rahim wanita di Afrika, India atau pun di China biayanya dibawah AS$ 5.000
Sewa rahim (atau ibu tumpang): Menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut merupakan anak mereka dari sudut undang-undang  kaedah ini dikenali dengan sewa rahim kerana lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu tumpang atau seseorang yang menguruskan  mencari ibu tumpang yang bersedia untuk disewakan rahimnya
Mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu  tumpang tersebut akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan. Kaedah ini termasuk dalam ruang lingkup kaedah persenyawaan luar Rahim yang lebih dikenali sebagai bayi tabung uji (invitro fertilization) ( Kaedah bayi tabung uji lebih umum kerana sperma suami atau lelaki lain disenyawakan dengan ovum isteri atau wanita lain di dalam radas makmal, kemudian benih yang telah disenyawakan tadi dimasukkan semula ke dalam rahim isteri atau wanita lain, manakala kaedah penyewaan rahim lebih khusus hanya kepada yang melibatkan penyewaan rahim wanita lain sebagai pihak yang ketiga (bukan isteri) dan kebiasaannya benih yang dimasukkan ialah benih suami isteri.
2.1.1 Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa Rahim dilakukan, antaranya:
1.  Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerana ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak
2 .   Rahim wanita tersebut dibuang kerana pembedahan
3.  Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mahu memikul bebanan kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan
4    Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause)
5   Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewa rahimnya kepada orang lain

2.1.2 Bentuk-Bentuk Penyewaan Rahim

1 Bentuk pertama: Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih   suami(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik,  tetapi rahimnya dibuang kerana pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2   Bentuk kedua: Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3   Bentuk ketiga: Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan
suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4 Bentuk keempat: Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain , kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas  kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause).

5   Bentuk Kelima : Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan , kemudian
dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.
2.2. Program Surrogate Mother
Ada 5 maksud dari pemanfaatan Surrogate Mother (SM):
1. Inseminasi buatan (Artificial Insemination /AI)
Sperma suami diinjeksikan pada rahim SM artinya sperma berasal dari sang suami dan ovum berasal dari si SM. Kemudian embrio tersebut ditananam ke rahim SM. Secara genetik si anak berhubungan darah dengan si SM. Secara hukum si istri harus mengadopsi anak tersebut.
2. Fertilisasi in-vitro/ transfer embrio (in-vitro fertilization/ IF atau Embryo Transfer/ET) Embrio yang merupakan hasil kombinasi  sel telur dari si istri dan sperma dari suami diimplantasikan pada rahim SM. Anak yang dilahirkan tidak memiliki hubungan darah dengan si SM. Nama pasangan suami istri tersebut dapat ditulis pada akte kelahiran si anak.
3. Fertilisasi in-vitro/ donor sel telur (In-vitro fertilization/ INV with Egg Donor / EG) Sel telur berasal dari pendonor atau penderma dan sperma berasal dari sang suami. Kemudian embrio ditanam di rahim si SM. Secara genetic anak tersebut tidak berhubungan darah dengan si SM. Secara hukum hanya nama sang ayah (suami) saja yang dicantumkan pada akte kelahiran anak. Si istri mengadopsi anak tersebut.
4. Inseminasi buatan dengan donor ( Artificial Insemination by Donor / AID)
Sel telur berasal dari SM dan sperma berasal dari penderma. Embrio kemudian diinjeksikan ke dalam rahim si SM. Program ini dilakukan karena pasangan suami istri mandul. Secara genetik si anak berhubungan darah dengna si SM. Suami dan istri keduanya dapat mengadopsi anak tersebut.
5. Donor Sel Telur (Egg Donor)    
Si SM  mendonorkan sel telurnya dan dibuahi oleh sel sperma dari sang suami. Embrio tersebut ditanamkan pada rahim si istri. Si anak berhubungan darah dengan si SM, namun karena istri yang mengandung dalam rahimnya. Maka si istri tidak perlu mengadopsi anak tersebut.  
6. Embrio Somatik
Berbagai teknologi reproduksi telah berkembang dewasa ini dan mengalami kemajuan pesat yaitu mulai diterapkannya inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pemberlakuan sperma dan embrio, GIFT (Gamet Intrafallopian Transfer), ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer), INV (In vitro Fertilization), parthenogenesis dan kloning.
Kloning adalah upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik dengan induknya. Teknik kloning dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara aseksual dan aseksual. Teknik kloning melalui cara aseksual tidak menggunakan sperma, melainkan sebuah sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan menggunakan sel somatis sebagai sumber gen. Sedangkan melalui cara seksual yaitu melalui fertilisasi/ pembuahan di luar tubuh manusia.  
Pada kloning seksual langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro. Setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan pemotongan menjadi dua atau empat bagian. Bagian – bagian embrio ini dapat ditumbuhkan kembali dalam inkubator hingga berkembang menjadi embrio normal yang memiliki genetik sama. Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut ditanamkan ke rahim wanita.
Adapun proses kloning melalui cara aseksual yaitu:
1. Diambil satu sel donor dari manusia A, kemudian sel tersebut ditaruh dalam sel kultur yang memiliki konsentrasi makanan yang sangat rendah.  Karena kekurangan makanan, sel donor berhenti berkembang dan fungsi dari gen aktifnya berhenti juga. Kemudian sel menjadi primitif dan multipotensial.
2. Diambil satu sel telur yang belum terfertilisasi dari manusia B, kemudian nukleus bersama DNA dari sel telur tersebut dibuang. Jadi bersisa sel telur yang kosong, namun masih dapat berfungsi dalam pembentukan embrio
3. Sel donor dari manusia A dan sel telur dari manusia B ditempatkan dalam cawan petri. Kemudian kedua sel tersebut digabungkan menjadi satu dengan menggunakan alat “electric pulse”.
4. Setelah kedua sel bergabung menjadi satu, lalu sel tersebut mulai berkembang menjadi embrio.
5. Enam hari kemudian embrio tersebut diimplantasikan atau ditanamkan ke rahim wanita selama 9 bulan. Keturunan yang dilahirkan mempunyai genetik yang sama dengan manusia A karena menyumbangkan sel somatisnya.
2.2.1. Syarat-syarat Surrogate mother
Untuk menjadi serorang surrogate mother, diperlukan syarat-syarat berikut:
a. Wanita berumur anatara 18-35 tahun; idealnya 28 tahun
b. Sudah menikah dan memiliki anak
c. Memiliki pekerjaan
d. Berasal dari kelas menengah
e. Wanita yang sehat baik secar fisik maupun secara psikis
f. Memiliki sifat membantu orang lain
g. Murah hati atau dermawan; perhatian
h. Memiliki tujuan untuk membantu pasangan untuk memiliki anak
i. Tidak termotifasi akan uang
j. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam kandungannya
Si Surrogate Mother (SM) harus memeriksa kesehatan janinya secara teratur, laporan kesehatan tentang kesehatan SM dan laporan psikologi secara komplet diberikan pada pasangan suami istri.
Kesuksesan dari program SM ini bergantung dari banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim menerima sperma. 85 % dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa SM biasanya menginginkan 1 anak saja. Hubungan antara SM dengan pasangan suami istri berlanjut terus dari masa mengandung sampai kelahiran anak. Tetapi biasanya hubungan antara pasangan suami istri dengan SM berakhir setelah bayi lahir.
Terdapat 26 negara bagian Amerika Serikat telah memiliki undang-undang mengenai program SM, contoh : New York, Miami, Washington DC, dll. Sebelum bayi lahir, pengacara ke pengadilan untuk menetapkan bahwa suami (dari pasangan suami istri) tersebut merupakan ayah kandung dari anak yang akan dilahirkan. Serta nama ayah tersebut dicantumkan pada nama bayi di akte kelahiran.  Setelah bayi lahir, si SM mengisi kontrak persetujuan yang berisi mengenai hak-hak pengasuhan anak pada pasangan suami istri tersebut dan membiarkan pasangan suami istri ( khususnya istri) mengadopsi anak tersebut.                                  
2.1.2 Tinjauan Bioetika
Dalam program Surrogate Mother penyewaan rahim dengan prosedur-prosedur yang benar merupakan tindakan etis, karena dalam program ini keadaan fisik dan psikologis wanita yang menyewakan rahimnya harus memenuhi syarat sesuai dengan yang ditetapkan oleh Surrogate Mother Inc. Penyewaan rahim, pemeliharaan janin sampai pada proses kelahiran benar-benar diperhatikan dan menjadi tanggung jawab Surrogate Mother.
2.1.3 Segi Sosial Ekonomi
Rahim yang digunakan sebagai alat reproduksi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan materi semata sangatlah tidak etis, karena pandangan yang beredar di masyarakat bahwa rahim merupakan tempat berkembangnya embrio dan tidak untuk tujuan ekonomi semata. Masyarakat menilai jika rahim digunakan sebagai tempat “persewaan” embrio akan menurunkan harkat dan martabat wanita. Setiap wanita mempunyai hak dan kewajiban untuk mempergunakan rahimnya sesuai dengan semestinya.  Khalayak umum erat kaitannya dengan adat dan budaya setempat. Para budaya timur beranggapan bahwa rahim seorang wanita harus dihormati, karena lewat rahim wanita inilah kita dilahirkan.
2.1.4. Segi Agama
Dalam program Surrogate Mother penyewaan rahim dengan prosedur-prosedur yang benar maupun rahim sebagai fungsi ekonomis sangatlah tidak etis, karena agama dengan tegas menegaskan bahwa penciptaan manusia adalah hak dan kedaulatan Tuhan Meskipun dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, manusia dapat menciptakan ciptaan yang baru tetapi, integritas sebagai manusia harus dihormati, artinya manusia harus menghormati dirinya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang paling luhur Berdasarkan prinsip seorang agamawan, semua hal yang bisa dilakukan, tidak selalu patut dilakukan. Sesuatu hal yang dianggap baik belum tentu benar untuk diterapkan dalam kehidupan manusia.
2.1.5 Segi Hukum
Dipandang dari segi hukum, program Surrogate Mother yang sudah terlaksana di negara-negara yang memang sudah mempunyai undang-undang mengenai program SM itu merupakan tindakan etis. Tetapi di Indonesia SM ini tidaklah etis karena menurut UU RI No.23 Thn.1992 tentang kesehatan pasal 16 ayat 1 dan 2 a, b ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan  ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi di Indonesia, pengaturan khusus mengenai SM, sehingga tidak begitu saja dapat dibenarkan.
DAFTAR BACAAN
Abercrombie. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Erlangga. Jakarta.
Bibhas, C., Paria., Ma, W., Tan, J., Raja, S., Sonjoy, K., Sudhansu, K., Dey. Brigid, L., M., Hogan. 2000.  Cellular and molecular responses of the uterus to embryo implantation can be elicited by locally applied growth factors. J. Dev. Bio. 98, 1047-1052.
Dey, S. K., Lim, H., Das, S. K., Reesee, J., Paria, B.C., Daikoku, T., and Wang, H. 2003.  Molecular Cues to Implantation. Endocrine Reviews. 95, 7191-7196.
Hakimi, M. 1996. Fisiolgi dan Patologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica. Jakarta.
Joshua, S., Krumenacker., Salman, M., Hyder and Murad, F. 2000. Estradiol rapidly inhibits soluble guanylyl cyclase expression in rat uterus. J. Pharmacology.
Manuaba, I. 1998. Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan. EGC. Jakarta.
Mesikini, R. L., Delvino, C., Boudouresque, F., Oliver, C., Martin, M.M., and Quafik, L. 1995. Evidence of high expression of peptidylglycine -amidating monooxygenase in the rat uterus : Estrogen regulation. J. Physiologi. 95, 7191-7196.
Overall, C. 1987.Ethics and Human Reproduction. Allen & Unwinn, Inc. London.
Sylvia, W. C., James, C., Page, M and Korach, K.S. 1999. Disruption of estrogen signaling does not prevent progesterone action in the estrogen receptor knockout mouse uterus. J. Biochemistry Vol. 96 3646-3651.