Senin, 07 Maret 2011

SEWA RAHIM

II. PEMBAHASAN
2.1 Masalah  Sewa Rahim

Menyewakan  rahim  adalah, menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya didalam rahim wanita lain dengan balasan sejumlah uang atau tanpa balasan karena berbagai sebab, diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.
Di Eropa dan Amerika menyewarahim atau dalam istilah bahasa kerennya Renta Womba atau menyewa kandungan, sudah dilakukan sejak lama. Bahkan,bagi yang ingin menyewa rahim, biasanya dikenakan biaya, USD 40.000 untuk jangka waktu sewa rahim selama sembilan bulan. Tapi pada saat era Globalisasi atau Outsourcing Business sekarang ini orang-orang di Eropa Amerika bisa menyewa rahim wanita di Afrika, India atau pun di China biayanya dibawah AS$ 5.000
Sewa rahim (atau ibu tumpang): Menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut merupakan anak mereka dari sudut undang-undang  kaedah ini dikenali dengan sewa rahim kerana lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu tumpang atau seseorang yang menguruskan  mencari ibu tumpang yang bersedia untuk disewakan rahimnya
Mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu  tumpang tersebut akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan. Kaedah ini termasuk dalam ruang lingkup kaedah persenyawaan luar Rahim yang lebih dikenali sebagai bayi tabung uji (invitro fertilization) ( Kaedah bayi tabung uji lebih umum kerana sperma suami atau lelaki lain disenyawakan dengan ovum isteri atau wanita lain di dalam radas makmal, kemudian benih yang telah disenyawakan tadi dimasukkan semula ke dalam rahim isteri atau wanita lain, manakala kaedah penyewaan rahim lebih khusus hanya kepada yang melibatkan penyewaan rahim wanita lain sebagai pihak yang ketiga (bukan isteri) dan kebiasaannya benih yang dimasukkan ialah benih suami isteri.
2.1.1 Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa Rahim dilakukan, antaranya:
1.  Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerana ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak
2 .   Rahim wanita tersebut dibuang kerana pembedahan
3.  Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mahu memikul bebanan kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan
4    Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause)
5   Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewa rahimnya kepada orang lain

2.1.2 Bentuk-Bentuk Penyewaan Rahim

1 Bentuk pertama: Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih   suami(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik,  tetapi rahimnya dibuang kerana pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2   Bentuk kedua: Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3   Bentuk ketiga: Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan
suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4 Bentuk keempat: Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain , kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas  kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause).

5   Bentuk Kelima : Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan , kemudian
dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.
2.2. Program Surrogate Mother
Ada 5 maksud dari pemanfaatan Surrogate Mother (SM):
1. Inseminasi buatan (Artificial Insemination /AI)
Sperma suami diinjeksikan pada rahim SM artinya sperma berasal dari sang suami dan ovum berasal dari si SM. Kemudian embrio tersebut ditananam ke rahim SM. Secara genetik si anak berhubungan darah dengan si SM. Secara hukum si istri harus mengadopsi anak tersebut.
2. Fertilisasi in-vitro/ transfer embrio (in-vitro fertilization/ IF atau Embryo Transfer/ET) Embrio yang merupakan hasil kombinasi  sel telur dari si istri dan sperma dari suami diimplantasikan pada rahim SM. Anak yang dilahirkan tidak memiliki hubungan darah dengan si SM. Nama pasangan suami istri tersebut dapat ditulis pada akte kelahiran si anak.
3. Fertilisasi in-vitro/ donor sel telur (In-vitro fertilization/ INV with Egg Donor / EG) Sel telur berasal dari pendonor atau penderma dan sperma berasal dari sang suami. Kemudian embrio ditanam di rahim si SM. Secara genetic anak tersebut tidak berhubungan darah dengan si SM. Secara hukum hanya nama sang ayah (suami) saja yang dicantumkan pada akte kelahiran anak. Si istri mengadopsi anak tersebut.
4. Inseminasi buatan dengan donor ( Artificial Insemination by Donor / AID)
Sel telur berasal dari SM dan sperma berasal dari penderma. Embrio kemudian diinjeksikan ke dalam rahim si SM. Program ini dilakukan karena pasangan suami istri mandul. Secara genetik si anak berhubungan darah dengna si SM. Suami dan istri keduanya dapat mengadopsi anak tersebut.
5. Donor Sel Telur (Egg Donor)    
Si SM  mendonorkan sel telurnya dan dibuahi oleh sel sperma dari sang suami. Embrio tersebut ditanamkan pada rahim si istri. Si anak berhubungan darah dengan si SM, namun karena istri yang mengandung dalam rahimnya. Maka si istri tidak perlu mengadopsi anak tersebut.  
6. Embrio Somatik
Berbagai teknologi reproduksi telah berkembang dewasa ini dan mengalami kemajuan pesat yaitu mulai diterapkannya inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pemberlakuan sperma dan embrio, GIFT (Gamet Intrafallopian Transfer), ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer), INV (In vitro Fertilization), parthenogenesis dan kloning.
Kloning adalah upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik dengan induknya. Teknik kloning dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara aseksual dan aseksual. Teknik kloning melalui cara aseksual tidak menggunakan sperma, melainkan sebuah sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan menggunakan sel somatis sebagai sumber gen. Sedangkan melalui cara seksual yaitu melalui fertilisasi/ pembuahan di luar tubuh manusia.  
Pada kloning seksual langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro. Setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan pemotongan menjadi dua atau empat bagian. Bagian – bagian embrio ini dapat ditumbuhkan kembali dalam inkubator hingga berkembang menjadi embrio normal yang memiliki genetik sama. Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut ditanamkan ke rahim wanita.
Adapun proses kloning melalui cara aseksual yaitu:
1. Diambil satu sel donor dari manusia A, kemudian sel tersebut ditaruh dalam sel kultur yang memiliki konsentrasi makanan yang sangat rendah.  Karena kekurangan makanan, sel donor berhenti berkembang dan fungsi dari gen aktifnya berhenti juga. Kemudian sel menjadi primitif dan multipotensial.
2. Diambil satu sel telur yang belum terfertilisasi dari manusia B, kemudian nukleus bersama DNA dari sel telur tersebut dibuang. Jadi bersisa sel telur yang kosong, namun masih dapat berfungsi dalam pembentukan embrio
3. Sel donor dari manusia A dan sel telur dari manusia B ditempatkan dalam cawan petri. Kemudian kedua sel tersebut digabungkan menjadi satu dengan menggunakan alat “electric pulse”.
4. Setelah kedua sel bergabung menjadi satu, lalu sel tersebut mulai berkembang menjadi embrio.
5. Enam hari kemudian embrio tersebut diimplantasikan atau ditanamkan ke rahim wanita selama 9 bulan. Keturunan yang dilahirkan mempunyai genetik yang sama dengan manusia A karena menyumbangkan sel somatisnya.
2.2.1. Syarat-syarat Surrogate mother
Untuk menjadi serorang surrogate mother, diperlukan syarat-syarat berikut:
a. Wanita berumur anatara 18-35 tahun; idealnya 28 tahun
b. Sudah menikah dan memiliki anak
c. Memiliki pekerjaan
d. Berasal dari kelas menengah
e. Wanita yang sehat baik secar fisik maupun secara psikis
f. Memiliki sifat membantu orang lain
g. Murah hati atau dermawan; perhatian
h. Memiliki tujuan untuk membantu pasangan untuk memiliki anak
i. Tidak termotifasi akan uang
j. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam kandungannya
Si Surrogate Mother (SM) harus memeriksa kesehatan janinya secara teratur, laporan kesehatan tentang kesehatan SM dan laporan psikologi secara komplet diberikan pada pasangan suami istri.
Kesuksesan dari program SM ini bergantung dari banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim menerima sperma. 85 % dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa SM biasanya menginginkan 1 anak saja. Hubungan antara SM dengan pasangan suami istri berlanjut terus dari masa mengandung sampai kelahiran anak. Tetapi biasanya hubungan antara pasangan suami istri dengan SM berakhir setelah bayi lahir.
Terdapat 26 negara bagian Amerika Serikat telah memiliki undang-undang mengenai program SM, contoh : New York, Miami, Washington DC, dll. Sebelum bayi lahir, pengacara ke pengadilan untuk menetapkan bahwa suami (dari pasangan suami istri) tersebut merupakan ayah kandung dari anak yang akan dilahirkan. Serta nama ayah tersebut dicantumkan pada nama bayi di akte kelahiran.  Setelah bayi lahir, si SM mengisi kontrak persetujuan yang berisi mengenai hak-hak pengasuhan anak pada pasangan suami istri tersebut dan membiarkan pasangan suami istri ( khususnya istri) mengadopsi anak tersebut.                                  
2.1.2 Tinjauan Bioetika
Dalam program Surrogate Mother penyewaan rahim dengan prosedur-prosedur yang benar merupakan tindakan etis, karena dalam program ini keadaan fisik dan psikologis wanita yang menyewakan rahimnya harus memenuhi syarat sesuai dengan yang ditetapkan oleh Surrogate Mother Inc. Penyewaan rahim, pemeliharaan janin sampai pada proses kelahiran benar-benar diperhatikan dan menjadi tanggung jawab Surrogate Mother.
2.1.3 Segi Sosial Ekonomi
Rahim yang digunakan sebagai alat reproduksi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan materi semata sangatlah tidak etis, karena pandangan yang beredar di masyarakat bahwa rahim merupakan tempat berkembangnya embrio dan tidak untuk tujuan ekonomi semata. Masyarakat menilai jika rahim digunakan sebagai tempat “persewaan” embrio akan menurunkan harkat dan martabat wanita. Setiap wanita mempunyai hak dan kewajiban untuk mempergunakan rahimnya sesuai dengan semestinya.  Khalayak umum erat kaitannya dengan adat dan budaya setempat. Para budaya timur beranggapan bahwa rahim seorang wanita harus dihormati, karena lewat rahim wanita inilah kita dilahirkan.
2.1.4. Segi Agama
Dalam program Surrogate Mother penyewaan rahim dengan prosedur-prosedur yang benar maupun rahim sebagai fungsi ekonomis sangatlah tidak etis, karena agama dengan tegas menegaskan bahwa penciptaan manusia adalah hak dan kedaulatan Tuhan Meskipun dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, manusia dapat menciptakan ciptaan yang baru tetapi, integritas sebagai manusia harus dihormati, artinya manusia harus menghormati dirinya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang paling luhur Berdasarkan prinsip seorang agamawan, semua hal yang bisa dilakukan, tidak selalu patut dilakukan. Sesuatu hal yang dianggap baik belum tentu benar untuk diterapkan dalam kehidupan manusia.
2.1.5 Segi Hukum
Dipandang dari segi hukum, program Surrogate Mother yang sudah terlaksana di negara-negara yang memang sudah mempunyai undang-undang mengenai program SM itu merupakan tindakan etis. Tetapi di Indonesia SM ini tidaklah etis karena menurut UU RI No.23 Thn.1992 tentang kesehatan pasal 16 ayat 1 dan 2 a, b ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan  ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi di Indonesia, pengaturan khusus mengenai SM, sehingga tidak begitu saja dapat dibenarkan.
DAFTAR BACAAN
Abercrombie. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Erlangga. Jakarta.
Bibhas, C., Paria., Ma, W., Tan, J., Raja, S., Sonjoy, K., Sudhansu, K., Dey. Brigid, L., M., Hogan. 2000.  Cellular and molecular responses of the uterus to embryo implantation can be elicited by locally applied growth factors. J. Dev. Bio. 98, 1047-1052.
Dey, S. K., Lim, H., Das, S. K., Reesee, J., Paria, B.C., Daikoku, T., and Wang, H. 2003.  Molecular Cues to Implantation. Endocrine Reviews. 95, 7191-7196.
Hakimi, M. 1996. Fisiolgi dan Patologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica. Jakarta.
Joshua, S., Krumenacker., Salman, M., Hyder and Murad, F. 2000. Estradiol rapidly inhibits soluble guanylyl cyclase expression in rat uterus. J. Pharmacology.
Manuaba, I. 1998. Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan. EGC. Jakarta.
Mesikini, R. L., Delvino, C., Boudouresque, F., Oliver, C., Martin, M.M., and Quafik, L. 1995. Evidence of high expression of peptidylglycine -amidating monooxygenase in the rat uterus : Estrogen regulation. J. Physiologi. 95, 7191-7196.
Overall, C. 1987.Ethics and Human Reproduction. Allen & Unwinn, Inc. London.
Sylvia, W. C., James, C., Page, M and Korach, K.S. 1999. Disruption of estrogen signaling does not prevent progesterone action in the estrogen receptor knockout mouse uterus. J. Biochemistry Vol. 96 3646-3651.

Tidak ada komentar: